Near Miss dan Pengemudi Merokok
LANGIT masih mendung. Sisa hujan terlihat jelas di permukaan jalan yang basah. Jakarta pada Februari 2018 nyaris setiap hari diguyur hujan.
Lalu lintas jalan padat oleh kendaraan bermotor. Perempatan jalan di sudut kota Jakarta Timur siang itu disesaki beragam kendaraan. Mulai dari sepeda motor, mobil pribadi hingga angkutan umum.
Arus kendaraan tempat saya melintas baru saja mendapat giliran bergerak. Lampu pengatur lalu lintas berwarna hijau.
Kendaraan merangkak. Tiba-tiba sepeda motor di dekat mobil mengerem dan nyaris terjatuh. Dari arah belakang saya lihat pengendara sepeda motor itu mencoba mengerem sebisa mungkin guna menghindari mobil yang tiba-tiba bergerak oleng ke kanan. Nearmiss.
Pesepeda motor tampak terkejut. Dia melanjutkan perjalanan seusai mendengar pengendara mobil pribadi tadi melontarkan permintaan maaf. Suaranya terdengar jelas karena kaca mobil terbuka, sedangkan tangan kanannya menjuntai keluar jendela. Di jemarinya tampak sebatang rokok dengan asap mengepul diterpa angin.
Aturan Merokok
Mengemudi seraya disambi merokok tentu dapat merongrong konsentrasi. Pada titik yang paling buruk bukan mustahil memicu insiden maupun kecelakaan lalu lintas jalan. Karena itu, tak heran jika sejumlah pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia menelorkan aturan pelarangan merokok di kendaraan.
Aturan yang dikeluarkan sejumlah Pemda itu memang baru sebatas di ruang lingkup angkutan umum. Lihat saja misalnya aturan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Sejak tahun 2005 warga Jakarta dikenalkan dengan aturan yang melarang orang merokok di dalam angkutan umum. Regulasi yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Perda PPU) itu juga dilengkapi sanksi yang cukup berat.
Gubernur DKI Jakarta kala itu, Sutiyoso, tampaknya cukup peduli pada nasib pengguna angkutan umum, khususnya dari segi kualitas udara.
Mau tahu sanksinya?
Perda No 2 tahun 2005 itu menegaskan bahwa pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50 juta. Cukup berat kan?
Oh ya, di Jakarta aturan itu terus dilengkapi. Pada 2005 juga keluar Perda No 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Perda ini menegaskan, sasaran kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Dalam aturan itu juga dengan tegas dinyatakan bahwa pengemudi dan/atau kondektur wajib memelihara dan meningkatkan kualitas udara yang sehat dan bersih. bebas dari asap atau bau rokok di dalam kendaraannya.
Lima tahun kemudian, pada era Gubernur Fauzi Bowo, keluarlah Peraturan Gubernur (Pergub) No 88/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No 75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Tidak cukup dengan itu, keluar lagi Pergub No 50/2012 tengan Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok.
Perhatian pemerintah daerah tampaknya cukup serius soal larangan merokok di angkutan umum. Aturan ini juga bisa ditafsirkan bahwa sang pengemudi dilarang merokok, terlebih saat mengendarai kendaraannya.
Tak hanya Jakarta, pemda di sekitarnya juga aktif menggelontorkan aturan serupa. Sebut saja misalnya Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Larangan merokok di angkutan umum diatur lewat Perda Kota Bogor No 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Para pelanggar aturan ini bakal diganjar penjara maksimal tiga hari atau denda maksimal Rp 1 juta.
Lalu, Pemkot Depok. Kota satelit Jakarta ini menelorkan Perda Kota Depok No 16 tahun 2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Ketertiban Umum. Sanksi bagi mereka yang merokok di angkutan umum lebih berat lagi, yakni diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50 juta.
Lantas, kenapa aturan larangan merokok bagi angkutan umum demikian gencar, sedangkan untuk di kendaraan pribadi seakan tak terdengar?
Padahal, perda-perda yang digelontorkan oleh ketiga pemda tersebut merujuk pada undang undang terkait lalu lintas jalan. Untuk perda yang dikeluarkan pada 2005, disebutkan bahwa salah satu pertimbangannya adalah UU No 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Sedangkan perda yang dikeluarkan setelah 2009, mengaitkannya dengan UU No 22/2009 tentang LLAJ.
Nah, di tingkat pusat, kementerian perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE 29 Tahun 2014 tentang Larangan Merokok di Dalam Sarana Angkutan Umum yang ditujukan bagi seluruh operator angkutan penumpang kendaraan umum bermotor. Operator angkutan umum itu meliputi operator kereta api, angkutan laut, penyeberangan, dan angkutan udara.
Kemenhub menyatakan bahwa larangan merokok di sarana angkutan umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2012 tentang Kesehatan. Selain itu, selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang menyebutkan bahwa angkutan umum ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
Oh ya, sekali lagi, aktifitas merokok saat mengemudi rasanya bisa mengganggu konsentrasi sang pengemudi. Maksudnya, saat asap, apalagi percikan api mengenai tubuh bisa mengganggu konsentrasi, bahkan bukan mustahil memicu insiden atau kecelakaan lalu lintas jalan. (edo rusyanto)